Senin, 13 Desember 2010

one litre of tears-one litre of my tears



Konayuki mau kisetsu wa itsumo sure chigai
Hitogomi ni magirete mo onaji sora miteru no ni
Kaze ni fukarete nita you ni kogoeru no ni

Boku wa kimi no subete nado shitte wa inai darou
Soredemo ichi oku nin kara kimi wo mitsuketa yo
Konkyo wa naikedo honki de omotterunda

...................................

Lyric lagu ini terus saja terngiang di telingaku. One Litre of Tears, sebuah film yang menceritakan perjuangan Aya, seorang gadis berkebangsaan Jepang yang menderita penyakit ataksia (Spinocellebral degeneration disease). Melihat film ini, seperti bercermin pada diriku sendiri. Bayang-bayang masa lalu, dan harapan tentang masa depan membuatku tak berhenti mengeluarkan air mata. Seperti air mata Aya yang menghiasi buku hariannya.

Aku menangis, saat Aya menyadari bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Seorang gadis 15 tahun yang penuh mimpi dan cita-cita terpaksa harus menerima realita bahwa dia tak akan menjalani hidup seperti gadis-gadis remaja yang lainnya. Perlahan dia akan kesulitan berjalan, tidak mampu berbicara kecuali sepatah dua patah kata, bahkan untuk makan pun ia perlu minta bantuan pada orang lain.

seketika aku melihat bayangan diriku tujuh tahun yang lalu. Saat usiaku 16 tahun, dokter menyatakan bahwa aku terkena Schizophrenia, penyakit kejiwaan yang sampai sekarang belum ada obatnya. Perlahan aku tidak bisa lancar berbicara, pikiranku selalu bingung. Aku menangis tanpa sebab. Aku lupa pada benda-benda yang penting bagiku. Aku harus menjalani terapi pengobatan, dan terpaksa harus berhenti sekolah. Perlahan teman-teman, sahabatku, dan orang yang kucintai pergi meninggalkanku. Entah karena mereka tidak faham terhadap perubahan diriku, atau mereka terlalu tidak perduli.

Why did the disease choose me?

Aya bertanya pada ibunya sambil menangis. 

Seketika aku teringat pada suatu hari aku pun menanyakan hal yang sama pada ibuku. 

Mengapa harus aku? Mengapa aku yang harus menanggung semua ini? Mengapa tidak yang lainnya? aku masih punya mimpi dan cita-cita yang ingin ku kejar.

Tapi aku berusaha untuk bertahan dengan semua ini. Dengan segala ketidaktahuanku, aku mencari informasi tentang penyakit ini. Dan semakin aku mencari, semakin aku merasakan kerapuhanku untuk bisa bertahan hidup. kenyataan bahwa penderita skizofren akan menjadi beban bagi orang-orang di sekitarnya. Kenyataan bahwa ODS (Orang Dengan Skizofrenia) dipandang sebelah mata, bahkan diasingkan dan dirantai.

Sakit sekali rasanya jika apa yang ku inginkan hanya bisa ku lihat, dan tidak bisa kugapai.

Sakit sekali rasanya melihat orang lain bisa memperolehnya dengan mudah, sementara aku harus bersusah payah.

Sakit sekali rasanya, harus menerima kenyataan bahwa aku tidak mampu menyamai langkah teman-temanku, bahkan dengan berlari sekalipun.

Sakit sekali rasanya, menerima kenyataan bahwa ternyata selama ini aku menjadi beban bagi orang-orang di sekitarku. Mendengarkan keluhan mereka tentang sikap dan tingkah lakuku yang aneh.

Sakit sekali rasanya, bukan karena aku dibenci, tetapi segala usahaku yang tampak sia-sia. Sekeras apa pun aku berusaha untuk menjalani hidup seperti orang normal, tetap saja aku adalah skizofrenik  yang penuh kecemasan dan ketakutan.

Bahkan menatap masa depan pun aku tidak berani.

Jika Aya akhirnya bisa menerima kondisi dirinya dan tetap bertahan untuk hidup, pada akhirnya aku harus menerima kenyataan dan terus berjalan. Meski sesulit apa pun hidup yang kujalani, berkali-kali relaps dan masuk rumah sakit. Tetap saja esok hari aku membuka mata dan menatap sinar matahari pagi. 

Seperti Aya, aku berusaha berdamai dengan diriku. Menerima diriku apa adanya. Menerima kekalahan dan kelemahan. Menerima bahwa ada banyak hal yang tidak bisa kuraih. Menerima bahwa aku harus terus minum obat, entah sampai kapan. Atau mungkin seumur hidup.

Melihat Aya yang bersemangat dan terus menulis di tengah keterbatasannya. Aku pun mulai bersemangat untuk menuliskan apa yang kurasakan, apa yang ada dalam pikiranku. Karena aku takut, suatu hari nanti aku tidak akan bisa mengingat lagi saat-saat yang paling membahagiakan, bahkan menyedihkan sekalipun. Aku lupa aku pernah mencintai siapa, dan bagaimana rasanya. 

Selama tujuh tahun Aya bertahan hidup, pada akhirnya ia meninggal saat usianya 22 tahun. Sedangkan aku telah melewati tujuh tahun dan hidup sampai saat ini. Sesungguhnya, aku sangat takut bermimpi tentang masa depan. Akan kemana lagi aku setelah ini. Apakah aku akan bekerja, menikah, punya anak dan keluarga seperti teman-temanku yang lainnya.

Yang aku tahu aku masih punya setitik harapan untuk bertahan hidup. demi ayah, ibu, dan adikku. Demi melihat ODS lain yang sama-sama berjuang, demi menuliskan persaan sedih dan bahagia, harapan dan cita-cita.

Agar kelak jika suatu hari nanti aku telah tiada, setidaknya aku bisa memberikan semangat pada  ODS yang lain untuk tetap bertahan hidup dalam kondisi seburuk apa pun.

In my loneliness and disability, I acutally still want to help others. If theres is no hope today, may be I'll find it tomorrow.....


 




Rabu, 20 Oktober 2010

Siapakah Sesungguhnya yang Gila?

Skizofrenia, yang dulunya merupakan penyakit yang jarang dikenal, rupanya saat ini mulai diperhatikan oleh masyarakat. Pada perayaan Hari Kesehatan Jiwa (HKJS) tanggal 10 oktober kemarin, Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) mengadakan workshop dan pameran lukisan penderita skizofrenia. Selain itu mereka melakukan demonstrasi menyuarakan Indonesia bebas pasung 2011. Perayaan itu juga terdapat di daerah-daerah. Seperti di kota Malang, Jawa Timur,Perhimpunan Sehat Jiwa yang dimotori oleh Rumah Sakit Jiwa Lawang, mengadakan jalan sehat dari bundaran tugu ke alun-alun Kota Malang. Mereka bahkan memvisualisasikan pemasungan "orang gila" dengan memperlihatkan orang gila yang dipasung lalu diarak naik mobil pick up. Di bawah mobil itu, kurang lebih tertulis "jangan pasung kami".

Pandangan masyarakat terhadap penyakit skizofrenia memang masih sangat awam. Meskipun baru-baru ini, berita tentang skizofrenia muncul di berbagai media; global TV, kompas, Jawa Pos, namun stigma negatif masyarakat terhadap penyakit ini belum juga hilang. Terbukti masih ada penderita skizofrenia yang dikucilkan oleh keluarganya. Bahkan ada yang dipasung selama bertahun-tahun. Masyarakat masih menganggap penyakit ini sebagai sebuah kutukan atau aib yang perlu disembunyikan.

Perlakuan yang kurang kondusif dari masyarakat membuat penderita merasa rendah diri. Mereka merasa tidak mampu untuk bangkit kembali dari kondisi relaps. Tidak sedikit dari mereka yang masih menikmati halusinasi dan bayangan yang sesungguhnya tidak nyata. Akibatnya, Orang Dengan Skizofrenia (ODS) kurang bisa memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Dengan kata lain, mereka dianggap tidak bisa bekerja dan berkontribusi di dalam masyarakat.

Sesungguhnya, jika ditilik dari sejarah, fenomena skizofrenia ini sudah ada sejak sebelum abad ke-18. Tidak hanya skizofrenia, fenomena kegilaan lainnya pun ditemukan pada masyarakat-masyarakat primitif. Focault, seorang postmodernist dari Eropa dalam essaynya Madness and Civilitation menyebutkan bahwa fenomena dukun Shaman mempunyai ciri-ciri kegilaan. Ruth Benedit menemukan bahwa suku Kwakiul ternyata memiliki ciri-ciri paranoia.

Pada akhir abad ke 18 sampai 19 puisi-puisi Hodellin Blake, yang dianggap gila mulai diterbitkan. Begitu juga dengan Raymond Russel seorang penulis yang masuk rumah sakit jiwa, diperhitungkan oleh pengarang Robert Guillbert sebagai titik tolak karya-karyanya. Bahkan Antonio Artaurd, seorang skizofrenik membuat fenomena baru di dunia puisi setelah melemahnya surealisme.

Jika masyarakat modern menganggap ODS sebagai "orang gila" yang termarjinalkan. Harusnya ada alasan yang kuat mengapa masyarakat memiliki pandangan demikian. Kalau "kegilaan" diukur dengan bahasa ODS yang cenderung simbolik dan susah dimengerti, maka pendapat tersebut telah dilemahkan oleh teori dekonstruksi Derrida. Filsuf yang populer pada tahun 1980-an ini, mengemukakan logika berbahasa baru, yang cenderung menegasikan strukturalisme. Hagemoni strukturalisme Saussure yang merumuskan sign sebagai penafsiran dari signifier+signified didekonstruksi menjadi sign=signifier+signified....+signified. Hasilnya, ada sekelompok orang, salah satunya adalah penyair, yang menggunakan logika berbahasa yang keluar dari pakem. Sebagai contoh, Afrizal Malna menggunakan logika berbahasa skizofrenia dalam puisi-puisinya yang bertema postcolonial.

Melihat kondisi tersebut, seharusnya stigma negatif "kegilaan" terhadap ODS perlu dikaji ulang. Karena logika berbahasa ODS, meskipun keluar dari pakem yang telah disepakati, memiliki struktur tersendiri. orang yang memiliki pola bahasa yang berbeda, bukan berarti dia " gila" dan layak dikucilkan. Bukankah teori relatifitas menyatakan tidak ada kebenaran mutlak di dunia ini, yang ada hanya perbedaan sudut pandang? Bukankah itu berarti yang berbeda dan minoritas bukan berada pada pihak yang salah, namun hanyalah soal perbedaan persepsi?

Pada kenyataanya, dalam kondisi normal, ODS tetap bisa bekerja dan beraktifitas seperti biasa. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang berprestasi. Ada pendapat yang menyebutkan mereka adalah orang yang jenius kreatif. Bila dibandingkan dengan masyarakat yang mengaku dirinya "normal dan sehat" namun tidak memiliki iktikad baik untuk bekerja, bisa dibilang ODS mempunyai "bargaining" posisi yang lebih tinggi. ODS tidak memaksudkan dirinya untuk bertindak destruktif, namun ada sesuatu yang tidak bisa dikendalikan dalam dirinya. Tindakan ODS yang dianggap mengganggu masyarakat sesungguhnya bukanlah faktor kesengajaan. Melainkan karena mereka tidak bisa mendefinisikan dan melawan kekuatan aneh yang mengontrol mereka.

Sedangkan para perampok, koruptor, pemimpin yang dzalim menyengsarakan orang lain karena mereka ingin mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Mereka tidak segan-segan menghilangkan nyawa orang lain agar keinginannya tercapai. Bahkan penguasa menindas rakyatnya untuk memperkaya diri sendiri. Kalau seperti ini, siapa sesungguhnya yang gila? siapa yang seharusnya dikucilkan dan dipenjarakan? ODS yang tidak bersalah atau koruptor yang "memakan" uang rakyat? Jawabannya ada di dalam hati masing-masing orang. Apakah masyarakat masih memiliki akal sehat dan hati nurani yang jernih, atau semuanya hilang ditelan ideologi modernisme dan kapitalisme. Dimana yang lebih menguntungkan, itulah yang dianggap benar

Minggu, 23 Mei 2010

seandainya aku bisa

seandainya bisa
hari ini aku akan meminta dokter menyuntikkan "modecate" dosis tinggi ke tuibuhku
atau menaikkan dosis risperidol dan trihexi
minum anti depressan
dan tidur semalaman tanpa bisa bangun lagi

seandainya bisa
aku akan meminta dokter membelah dadaku, lalu membedah jantungku
dan mengiris bagian dari hatiku
yang terpahat namamu

seandainya aku bisa
aku akan meminta dokter untuk membedah otakku
dan mendeteksi bagian otak mana yang menyimpan namamu
lalu mencungkil dan membuangnya

karena aku tidak bisa melupakan
cara berjalanmu
cara berbicaramu
setiap kata yang kau ucapkan
setiap memori yang kita ciptakan

aku sangat tersiksa,
kerinduan yang terpendam menyesakkan dada
bukan pertemuan yang kuharapkan
karena melihatmu, seperti melihat matahari dari dekat
panas membakar tubuhku

seandainya bisa
aku ingin melebur saja bersama udara
yang bisa kauhirup dalam-dalam
dan kau simpan dalam paru-paru mu
aku ingin menyatu dalam darahmu
yang memberi kekuatan padamu untuk terus berlari
mengejar impianmu

seandainya bisa
aku ingin berhenti jadi manusia......

Sabtu, 22 Mei 2010

Tips : cara belajar efektif untuk penderita skizofrenia

kalau sudah minum obat... biasanya kizofrenik tu bawaannya males.. ngantuk...trus rasanya otak berat banget buat mikir. apalagi kalau udah bertahun-tahun vakum dari "dunia pendidikan dan pengajaran", tenggelam dalam halusinasi dan delusi. Atau bagi yang sekarang masih menjalani sekolah atau kuliah pasti bingung ngatur waktu antara kapan minum obat dan kapan belajarnya. Udah kepala pusing, bnyak halusinasi, besokujian lagi... wuih......rasanya capek... banget. capek ati,c apek pikiran..capek badan. so... miza "sang skizofrenik gaul" he he he mau berbagi tips nih buat temen-temen sesama ODS;
1. Manfaatkan waktu luang saat sehat
kalo lagi sehat... jangan nonton Tv atau baca komik mlulu... belajar... belajar!!! biar pinter!
2. Tugas dicicil dikit-dikit
biasanya kalo ada tugas nyicil dulu dikit-dikit dikerjain sambil main-main, sambil dengerin musik.. sambil ngoborl sama temen ntar kan selesai sendiri
3. belajar bisa dimana saja dan kapan saja
belajar tu gak harus di depan laptop atau mantengin buku di meja belajar. bisa sambil piknik, waktu nunggu antrian mandi, waktu di angkot, naik kereta, di bus, di halte, dlll. so kemana2 bawa buku, jurnal, diktat
4. jangan sungkan tanya / diskusi sama temen
belajar bareng ternyata lebih enak lho......
5. intertextualitas
kata Derrida (itu lo.... yang suka dekonstruksi bangunan.... eh salah dekonstruksi hagemoni filsafat barat ) ehm... berat nih :( sebuah teks merupakan "jejak" dari teks yang lain. so kalo buku/diktat yang dikasih dosen terlalu berat, cari aja buku yang lebih ringan bahasanya. meskipun judulnya beda, tapi kalo materi yang dibahas sama itu bisa dijadiin referensi. contoh:
miza menemukan jawaban dari pertanyaan dosen mata kuliah Masyarakat Kesenian Indonesia di bukunya WS Rendra ( lupa judulnya). trus waktu hunting2 buku miza dapet terjemahan novel " The Oldman and The Sea"so bisa jadi pembahasan tugas "Comperative Literature".
Waktu SMa miza belajar biologi dari " Komik GENETIKA". Selain bahasa nya mudah, kita juga lebih paham. ' Seandianya semua diktat kuliah dibikin komik......(mengkhayal mode on)
6 Lebih banyak mengalami/ praktek di lapangan
miza kan jurusan sastra Inggris, karenaitumiza ikut teater biar bisa ngerasain gimana jadi "praktisi" daripada terus-terusan jadi akademisi yang MATERIALISTIS ( kebanyakan MATERI yang masuk tapi gak da prakteknya)
7 bagi yang susah konsentrasi.... tenang.... itu bisa dilatih kok. biasanya sih pake meditasi. tapi bukan meditasi yang seribet yoga. coba aja tiaphabis subuh keluar rumah, ambil nafas dalam-dalam... rasakan setiap hirupan, lalu lepaskan perlahan... nikmati setiap helaannya
8 Pelan-pelan penuh kesabaran
belajar itu gak langsung bisa. Miza dulu waktu di suntik modecate juga lupa cara bicara, cara hitung matematika, apalagi fisika... duh.... tapi kalau kita telaten pasti bisa. Jangan mudah menyerah!!!!
9 Jangan lupa berdoa...
klo lagi mau ujian sholat malem, sholat dhuha, sholat hajat sebelum berangkat kuliah (bagi yang beragama Islam) kalo yang beragama lain ya sesuai dengan tatacaraberdoa masing-masing
10 belajarlah dgn sanenag ahti. jangan merasa terpaksa. karena belajar itu kebutuhan
temen-temen, kita gakperlu menjadikan skizofrenia sebagai kambing hitam untuk tidak belajaratau beraktifitas. Kalo kita kebanyakan bengong dan ngelamun... ntar malah gak sembuh2. coba cari kesibukan untu kmengalihkan perhatian. gak ada istilah " skizofrenik dilarang belajar!"

kayaknya segitu aja deh... tips-tips buat para ODS. kalo sekiranay cocok, dan "possible"untuk dilakukan, ya lakukan aja... tapi kalo gak... mungkin temen2 punya cara lain biar lebih produktif. Pokoknya jangan berhenti berharap!!! jangan berhenti bercita-cita!
Chayooo!!!
Salam
miza si Skizofrenik "gaul":)

Kamis, 20 Mei 2010

akhirnya

baru kali ini aku merasa bahagia sebagai penderita skizofrenia,
perasaan yang jujur dari dalam hati saat memandangi wajah-wajah mereka dari dekat
andaikan aku bisa menggantikan seribu kata dengan satu senyuman. Aku ingin hanya tersenyum saja. karena itu mengungkapkan lebih dari kerinduan hati yang kusimpan selama hampir lima tahun lamanya.

sejak duduk di bangku sekolah menengah atas, saat aku pertama kali difonis sebagai penderita skizofrenia, sejak aku harus melewati setiap detik untuk melawan bisikan-bisikan yang mendengung di telingaku, saat aku merasakan betapa bahagianya menangis dan betapa sakitnya tertawa, aku ingin ada seseorang yang ada di dekatku dan berkata, "tidak apa-apa kamu akan baik-baik saja."

KPSI, Komunitas Peduli Skizofrenia. Ketika pertama kali aku melihat wajah-wajah itu di sana. dan kita berbicara dari hati- ke hati. mengungkapkan segala sakit yang kita rasakan. hidup yang terlampau misterius untuk dijalani. seperti hutan lebat gelap yang mustahil untuk dijelajahi. aku merasa seperti sedang berkaca pada sungai yang jernih, memantulkan bayanganku sendiri. utuh, penuh, tanpa cela. dan ketika kami saling menghayati rasa sakit yang menjalari jiwa kami. sayup-sayup aku mendengar seseorang membisikkan kedamaian dalam hatiku. " tidak apa-apa, kamu akan baik-baik saja."

untuk teman-temanku sesama penderita skizofrenia, atau siapa pun yang keluarga atau teman dekatnya terkena penyakit ini. marilah kita sama-sama saling menguatkan. memberi motivasi. memberi inspirasi. karena kita sama-sama mengerti bahwa hidup ini tak sesederhana seperti apa yang orang lain pikirkan tentang kita.

karena kita tidak sendiri
karena kita adalah satu keluarga